Betulkah Kita Sudah Bisa Memimpikan Pandemi Selesai?

Content

Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan dunia sudah bisa “bermimpi tentang berakhirnya pandemi”. (Sumber foto: Associate Press)

 

Dalam Sidang Umum PBB, Jumat (4/12), Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan hasil positif uji coba vaksin COVID-19 bisa mendorong dunia bermimpi tentang berakhirnya pandemi COVID-19.

Ia juga menambahkan, “Ketika sains tenggelam dalam teori konspirasi, ketika solidaritas dirusak oleh perpecahan, ketika pengorbanan diganti dengan kepentingan pribadi, virus tumbuh subur, virus menyebar.” Tedros tidak merujuk pada negara manapun dalam pidato tersebut. Namun, melihat situasi penyebaran wabah di Indonesia, benarkah kita sudah bisa bermimpi tentang berakhirnya pandemi?

 

Sembilan Bulan

Pertama, dari sisi penambahan kasus harian serta tingkat positivitas. Berdasarkan data KawalCOVID-19 pada 1-7 Desember 2020, terdapat penambahan rerata kasus sebanyak 6.095 kasus per hari, dengan jumlah tertinggi dilaporkan pada 3 Desember sebanyak 8.369 kasus. Sementara, rerata tingkat positivitas dalam rentang waktu sama adalah 16,94 persen. Ini jauh di atas standar WHO, yaitu 5 persen positivitas.

Kedua, dilihat dari tingkat okupansi rumah sakit untuk penanganan COVID-19 yang meninggi seminggu terakhir. Di Pulau Jawa, rata-rata tingkat hunian ICU dan kamar isolasi mencapai lebih dari 70 persen. Angka ini melebihi ambang batas keterisian, yaitu 65 persen.

Ketiga, semakin rendahnya penerapan 3M di tengah masyarakat. Walau pemerintah terus mempromosikan protokol kesehatan, masyarakat kerap abai karena tidak adanya penegakan hukum yang tegas. Survei yang dilakukan oleh pemerintah selama November menujukkan adanya penurunan persentase orang yang menggunakan masker dan menjaga jarak di ruang-ruang publik.

 

“Peluru Perak”

Seakan menganggap keadaan ini akan berlalu dengan hadirnya vaksin, pemerintah tidak berusaha memperkuat 3T dan 3M. Bahkan, pemerintah terkesan yakin keadaan akan membaik sehingga mengizinkan pilkada diadakan pada 9 Desember kemarin dan merencanakan kegiatan sekolah tatap muka dimulai pada Januari mendatang.

Pemerintah sangat fokus mendapatkan vaksin secepatnya dan sebanyak mungkin. Ini terlihat dari usaha pemerintah menjalin hubungan bilateral dengan berbagai negara pengembang vaksin, seperti Cina, Inggris, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat serta bergabung dengan COVAX. Pemerintah sempat mencanangkan melaksanakan vaksinasi pada November, yang kemudian diundur ke Desember, lalu diundur lagi hingga Februari 2021.

Kedatangan 1,2 juta dosis vaksin siap pakai dari Sinovac pada hari Minggu (6/12/2020), juga disambut dengan pemberitaan positif. Presiden Jokowi kemudian berjanji hingga Januari 2021 pemerintah akan mendatangkan 1,8 juta dosis vaksin siap pakai tambahan serta 45 juta bahan baku vaksin yang nantinya diproses lebih lanjut oleh Bio Farma.

Kemenkes juga telah meneken Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor HK.01.07/MENKES/9860/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin untuk Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19. Enam jenis vaksin yang akan digunakan, yaitu vaksin produksi Bio Farma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer-BioNTech, dan Sinovac.

Pemerintah tampak sangat percaya diri karena telah menyiapkan keperluan vaksinasi seperti rantai dingin dan tenaga kesehatan terlatih. Padahal, sejatinya vaksin hanyalah satu bagian dari penangangan pandemi. Perlu diingat bahwa program vaksinasi memakan waktu yang lama. Efikasi dan durasi kekebalan dari vaksin pun masih dipertanyakan. Selama mayoritas masyarakat masih belum memiliki kekebalan dari COVID-19, penerapan 3T dan 3M tetap harus dijalankan sebagai langkah utama penanganan pandemi.

Menimbang berantakannya pengendalian wabah di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah, masih meningkatnya angka kasus, dan rendahnya kesadaran masyarakat melaksanakan protokol kesehatan, Indonesia tidak bisa sekedar “bermimpi” pandemi segera usai. Mimpi tidak akan menyelesaikan pandemi, masih banyak pekerjaan rumah yang harus segera dikerjakan pemerintah.

Untuk mendukung penguatan sistem kesehatan pada saat dan setelah pandemi, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives akan meluncurkan dokumen rekomendasi kebijakan Health Outlook 2021 pada 18 Desember 2020. Rekomendasi kebijakan berjudul Disrupsi COVID-19 pada Layanan Kesehatan Esensial dan Dampak-dampak yang Ditimbulkan ini diharapkan menjadi rujukan pemangku kebijakan untuk memperbaiki penanganan wabah masih berlangsung serta nantinya dapat merencanakan pembangunan kesehatan di masa depan. Pantau terus kehadiran dokumen kebijakan ini melalui situs www.cisdi.org, Instagram @CISDI_ID dan Twitter @CISDI_ID.

 

Tentang CISDI

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah think tank yang mendorong penerapan kebijakan kesehatan berbasis bukti ilmiah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya, setara, dan sejahtera dengan paradigma sehat. CISDI melaksanakan advokasi, riset, dan manajemen program untuk mewujudkan tata kelola, pembiayaan, sumber daya manusia, dan layanan kesehatan yang transparan, adekuat, dan merata.

 

Penulis

Ardiani Hanifa Audwina

527 Pengunjung
Share This!