Jalan Menuju Vaksinasi Masih Panjang, Upayakan Pencegahan COVID-19

Proses menuju vaksinasi massal COVID-19 masih panjang sehingga penguatan upaya pencegahan masih sangat dibutuhkan. (Sumber gambar: Reuters)
Wacana pelaksanaan vaksinasi massal di ujung Desember 2020 menguat setelah sebelumnya mengalami berbagai koreksi. Paling baru, Presiden Joko Widodo menyampaikan mekanisme distribusi vaksin hingga ke banyak daerah harus segera dilakukan ketika vaksin tersedia. Bukan kali ini saja pemerintah meyakinkan publik perihal kesiapan vaksinasi massal.
Pertama kali, pada Agustus 2020 lalu Presiden Joko Widodo menyebut distribusi vaksin sebanyak 250 juta akan terlaksana pada Desember 2020. Berselang pernyataan itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) yang juga Wakil Ketua Komite Pengendalian COVID-19, Luhut Panjaitan, kerap menyampaikan hal serupa.
Kendati demikian, perlu dipahami bahwa vaksin bukanlah barang infrastruktur yang bisa dipastikan keberadaan dan kesiapannya. Dalam kasus Indonesia, dari beragam jenis vaksin yang hendak digunakan, seperti Sinovac Biotech, Sinopharm, Cansino Biologics, dan AstraZeneca PLC, hanya Sinovac yang lulus uji klinis tahap tiga, itu pun dengan berbagai catatan sebelum produksi massal.
Hingga hari ini saja, WHO belum menetapkan satu vaksin pun yang terbukti ampuh mengatasi COVID-19. WHO bahkan menyebut dari delapan calon vaksin dengan perkembangan tercepat, hasil uji klinis tahap ketiga baru akan keluar paling cepat pada awal 2021 sebagai sebuah laporan awal.
Jalan Panjang
Proses produksi dan distribusi vaksin memerlukan jalan panjang. Prof. Wiku Adisasmito menjelaskan tiga tahapan produksi vaksin. Tahapan pertama adalah riset dasar atau tahapan eksplorasi. Pada tahap ini, penelitian dilaksanakan dalam laboratorium untuk memahami virus dan kandungan sel di dalamnya. Tahapan kedua adalah tahapan pra-klinis, yakni ketika kandidat vaksin diujikan pada hewan untuk mengetahui keamanannya terhadap manusia. Tahapan ketiga adalah tahapan klinis yang terbagi dalam tiga bagian.
Tahapan klinis pertama melibatkan sekitar 100 orang untuk menguji keamanan vaksin terhadap manusia. Tahapan klinis kedua melibatkan 100 hingga 500 orang untuk menguji jumlah dosis yang memungkinkan, metode pemberian vaksin, dan kemungkinan efek samping dalam jangka pendek. Sementara pada tahapan klinis ketiga dilibatkan 1.000 hingga 5.000 orang untuk memastikan keamanan dan kemanjuran vaksin dalam kelompok luas. Setelah seluruh proses terlampaui dengan baik, BPOM memiliki otoritas untuk memberikan izin edar sebelum vaksin diproduksi massal.
Kabar terakhir menyebut kandidat vaksin Sinovac tengah berada dalam uji klinis fase ketiga. Lantas, apakah ia bisa segera diproduksi massal? Jawabannya belum! Hingga hari ini tim BPOM baru melaksanakan inspeksi langsung ke perusahaan penyedia kandidat vaksin tersebut. Untuk memproduksi vaksin pada periode pandemi, BPOM perlu mengeluarkan izin yang kerap disebut otorisasi penggunaan darurat.
Perihal persetujuan darurat tersebut diatur rinci dalam Peraturan BPOM Nomor 27 Tahun 2020. Tepatnya, Pasal 3A ayat 1 menerangkan persetujuan penggunaan darurat berlaku selama periode kedaruratan kesehatan masyarakat. BPOM berpatokan pada uji klinis tahapan pertama dan kedua untuk melihat aspek keamanan dan khasiat vaksin. Sementara, untuk urusan efikasi, penilaian BPOM dapat merujuk pada laporan sementara uji klinis fase ketiga.
Per 23 November 2020, BPOM menyebut aspek keamanan vaksin Sinovac terbilang baik pasca terselenggaranya uji klinis tahap tiga di Jawa Barat. Kendati demikian, BPOM masih perlu menunggu proses analisis sebelum izin otorisasi penggunaan darurat diberikan.
Petunjuk WHO
Dalam laman resminya, WHO mengestimasi vaksin siap pakai paling cepat akan tersedia pada pertengahan tahun 2021. Namun penting dicatat, WHO menekankan bahwa penemuan vaksin tidak mampu menghentikan pandemi secara instan. Situasi ini disebabkan oleh beberapa faktor yang meliputi seberapa cepat vaksin mendapatkan izin edar, diproduksi massal, didistribusikan, dan tidak kalah penting, siapa saja yang diprioritaskan untuk mendapatkan vaksinasi.
Agaknya, pantas meletakkan indikator-indikator tersebut dalam proses peredaran vaksin yang tengah direncanakan. Sebab, kendatipun Presiden dan Menteri Kesehatan telah berulang kali menyebut perihal distribusi vaksin ke setiap daerah, tidak satu data terintegrasi pun yang menampilkan jumlah vaksin yang akan diproduksi, begitu juga informasi besaran harga ketika vaksin bisa diperedarkan luas.
Padahal, informasi ini esensial, dikarenakan jumlah produksi vaksin bisa saja asimetris dengan jumlah penduduk. Sebagai simulasi, jika satu orang memerlukan dua dosis vaksin, dengan target vaksinasi mencapai 200 juta orang, pemerintah perlu memfasilitasi 400 juta vaksin. Skenario terburuk ketika jumlah vaksin terbatas ialah tidak semua warga negara bisa mendapatkan vaksin.
Oleh sebab itu, alih-alih hanya memerhatikan kehadiran vaksin yang belum tentu mampu memfasilitasi mayoritas penduduk, ada baiknya pemerintah fokus pada program penguatan disiplin masyarakat dan pencegahan penyebaran virus melalui sosialisasi penggunaan masker, jaga jarak, dan mencuci tangan menggunakan air dan sabun serta penguatan puskesmas kembali. Paralel dengan itu, pemerintah juga wajib menjalankan tanggung jawab untuk meningkatkan jumlah tes, rasio lacak kasus, dan memperbaiki kualitas perawatan.
Vaksinasi hanyalah satu dari sekian cara penanganan wabah. Pemerintah bertanggung jawab membenahi komunikasi publik perihal tersebut untuk mencegah raibnya kewaspadaan masyarakat. Sebab, tanpa upaya perlawanan wabah yang holistik, sulit berharap pandemi ini segera usai dan kehidupan dapat kembali seperti semula.
Tentang CISDI
Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah think tank yang mendorong penerapan kebijakan kesehatan berbasis bukti ilmiah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya, setara, dan sejahtera dengan paradigma sehat. CISDI melaksanakan advokasi, riset, dan manajemen program untuk mewujudkan tata kelola, pembiayaan, sumber daya manusia, dan layanan kesehatan yang transparan, adekuat, dan merata.
Penulis
Amru Sebayang