Kenali Jenis-Jenis Vaksin Ini dan Pahami Tahapan Vaksinasi Massal

Content

Indonesia bersiap melaksanakan vaksinasi massal pada Februari 2021 setelah finalisasi kontrak dengan Sinovac, Sinopharm, dan Cansino. (Sumber gambar: Freepik)

Sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan COVID-19 sebagai pandemi global, pemerintah dunia berlomba-lomba mengembangkan vaksin. Vaksin dianggap jalan termudah menghentikan penyebaran virus, meski pengembangannya membutuhkan waktu panjang. Setidaknya, tiga tahapan, mulai dari riset dasar, praklinis, dan klinis perlu dilalui untuk memastikan keamanan dan kemanjuran vaksin.

Indonesia tengah mengembangkan vaksin domestik yang dikenal sebagai ‘Vaksin Merah-Putih’. Sejauh ini, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menjadi front runner proyek ini dengan perkiraan selesainya uji klinis pada pertengahan 2021 dan produksi pada 2022. Di sisi lain, pemerintah juga mengupayakan upaya lain mendapatkan vaksin, seperti bergabung dalam COVAX, aliansi global yang diinisiasi WHO untuk mengawasi penelitian serta mengkoordinasikan produksi vaksin COVID-19. Anggota COVAX berhak mendapatkan bantuan vaksin untuk 20 persen total penduduknya.

Selain itu, pemerintah mengadakan kerja sama bilateral dengan Cina (Sinopharm Beijing, Sinopharm Wuhan, Sinovac, dan Cansino), Uni Emirat Arab (Group 42), Inggris (AstraZeneca), dan Jerman-Amerika Serikat (Pfizer-BioNtech) untuk memperoleh vaksin COVID-19. Kenapa Indonesia bekerja sama dengan banyak negara? Karena jumlah penduduk Indonesia mencapai 268,5 juta jiwa, sementara pemerintah perlu mengadakan vaksin bagi setidaknya 70 persen penduduk untuk mencapai herd immunity.

Lantas, jenis vaksin apa saja yang tengah diupayakan pemerintah Indonesia?

  1. CoronaVac dari Sinovac Biotech Ltd.

Kandidat vaksin asal Cina ini memanfaatkan virus SARS-CoV-2 yang sudah tidak aktif. Pasca uji klinis fase 1 dan 2, Sinovac bekerja sama dengan beberapa negara, seperti Indonesia, Brazil dan Turki mengadakan uji klinis fase 3. Di Indonesia, uji  klinis dilaksanakan bersama Bio Farma serta Fakultas Kedokteran UNPAD dengan melibatkan 1.620 relawan. Kabar terakhir menyebut, semua relawan telah disuntik dan masuk dalam tahap pengamatan.

CoronaVac disuntikkan sebanyak dua kali dalam rentang 14 hari. Vaksin ini mampu bertahan selama 28 hari dalam suhu 37 derajat Celcius, 42 hari pada suhu 25 derajat Celcius, dan lima bulan pada kondisi 2-8 derajat Celcius.

 

  1. Kandidat Vaksin dari G42/Sinopharm

Sinopharm memanfaatkan virus SARS-CoV-2 yang dilemahkan sebagai komponen dasar vaksin. Perusahaan farmasi nasional Cina ini melakukan kerja sama dengan perusahaan kecerdasan buatan yang berbasis di Abu Dhabi, Group 42 (G42). Vaksin ini telah melalui uji klinis tahap 3 terhadap 31.000 orang di Uni Emirat Arab (UAE), Mesir, Bahrain dan Yordania. Selain itu, Sinopharm juga melakukan uji klinis di Peru dan Maroko. Vaksin ini diberikan dalam dua dosis dengan jarak 3 minggu.

 

  1. Ad5-nCoV dari Cansino Biologics Inc.

CanSino mengembangkan kandidat vaksin COVID-19 dengan memanfaatkan virus bernama adenovirus tipe-5 (Ad5) dan menggunakan teknologi viral-vektor. Uji klinis fase ketiganya melibatkan setidaknya 40.000 orang dari tujuh negara, termasuk Saudi Arabia, Rusia, Pakistan, dan Mexico. Vaksin Ad5-nCoV hanya perlu disuntikkan sekali dan bisa disimpan pada suhu 2-8 derajat Celcius sehingga tidak menyulitkan ketersediaan rantai dingin Indonesia.

 

Vaksinasi Massal

Dilansir laman Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, ketiga vaksin tersebut telah difinalisasi pembeliannya oleh Pemerintah Indonesia, meski belum dipastikan jumlah dosis yang akan dibeli dari masing-masing perusahaan.

Sementara, kerja sama antara AstraZeneca dan Pfizer-Biotech masih pada tahap negosiasi. Indonesia juga mengadakan kerja sama dengan Rusia untuk vaksin Sputnik serta India untuk vaksin Gamaleya dan Bharat. Keamanan dan kehalalan semua vaksin yang masuk ke Indonesia akan dijamin BPOM dan MUI.

Sebenarnya, ketiga vaksin asal Cina telah mendapatkan izin edar darurat dari otoritas domestik sejak Juni 2020. Bahkan, Pemerintah Uni Emirat Arab telah mengotorisasi penggunaan vaksin Sinopharm sejak 14 September 2020. Namun karena kurangnya data, BPOM diperkirakan akan menerbitkan emergency use authorization (EUA) Indonesia pada Januari 2021 dan vaksinasi massal terencana dimulai Februari 2021. Pemerintah telah menyatakan kesiapan rantai dingin distribusi vaksin mencapai 97 persen dan telah melatih 7.000 tenaga kesehatan untuk berperan sebagai vaksinator.

Walau tampak siap, keberhasilan program vaksinasi massal ini masih perlu dikritisi. Pemerintah perlu mengantisipasi berbagai kendala, seperti rendahnya kepercayaan publik terhadap vaksin, prioritas kelompok penerima vaksinasi, serta jumlah penduduk yang mendapatkan vaksin gratis, di samping juga memastikan pendataan, pendaftaran, dan penerimaan vaksin jelas dan transparan.

Pemerintah tidak bisa berfokus pada pengadaan serta distribusi vaksin karena perlu ditekankan bahwa vaksin bukanlah silver bullet yang menghentikan penyebaran virus. Resep utama WHO melawan pandemi ialah meningkatkan 3T (testing, tracing, treatment) dan menguatkan disiplin 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan). Singkatnya, pemerintah dan masyarakat tidak boleh menyangka pandemi akan berakhir semata karena vaksin telah ditemukan.

 

Tentang CISDI

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah think tank yang mendorong penerapan kebijakan kesehatan berbasis bukti ilmiah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya, setara, dan sejahtera dengan paradigma sehat. CISDI melaksanakan advokasi, riset, dan manajemen program untuk mewujudkan tata kelola, pembiayaan, sumber daya manusia, dan layanan kesehatan yang transparan, adekuat, dan merata.

 

Penulis

Ardiani Hanifa Audwina

1,315 Pengunjung
Share This!