Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer adalah Salah Satu Strategi Menghadapi Pandemi Covid-19

Gubernur Provinsi Jawa Barat, Ridwan Kamil, meresmikan program PUSPA, Senin (1/2) untuk menguatkan puskesmas di masa pandemi. (Sumber gambar: Humas Jabar)
WHO mendifinisikan layanan kesehatan primer sebagai pendekatan kesehatan yang melibatkan masyarakat serta berpusat pada pemenuhan kebutuhan individu, keluarga, dan komunitas. Di Indonesia, puskesmas adalah salah satu layanan kesehatan primer yang dikelola pemerintah. Lebih dari itu, puskesmas juga merupakan fondasi dalam sistem kesehatan nasional. Dalam konteks pandemi Covid-19, WHO menjelaskan pelayanan kesehatan primer memiliki lima peran penting.
Pertama, puskesmas berperan mengindentifikasi dan menangani kasus potensial sedini mungkin. Kedua, mencegah transmisi virus di tempat layanan kesehatan primer. Ketiga, memastikan pelayanan kesehatan esensial tetap berjalan. Keempat, meningkatkan surveilans terhadap penyakit mirip influenza ataupun infeksi pernapasan akut. Kelima, menguatkan komunikasi risiko dan pelibatan komunitas. Namun, apakah puskemas siap menjalankan peran-peran tersebut?
Belum Optimal
Covid-19 merupakan penyakit komunal sehingga tindakan preventif dan promotif lebih efektif untuk memutus penyebarannya. Pemahaman masyarakat serta kedisiplinan individu berperan besar dalam strategi tersebut. Puskemas, pada titik ini, sebenarnya berpotensi tinggi melaksanakan penanganan wabah. Dengan jumlah melebihi 10.000 di seluruh Indonesia, puskesmas memiliki cakupan wilayah kerja yang amat luas. Selain itu, berdasarkan tujuan awal pembentukannya, puskemas memiliki fungsi pokok dalam upaya preventif ataupun promotif. Dalam soal pelacakan, mereka juga memiliki jejaring komunitas yang luas sehingga mampu melakukan surveilans secara efektif.
Sayangnya, Survei Kebutuhan Puskemas CISDI, KawalCOVID-19, dan Cek Diri mengungkap berbagai tantangan yang dihadapi puskesmas. Meski sudah mengupayakan identifikasi dan penanganan kasus sedini mungkin melalui tes, lacak, dan isolasi, keterbatasan infrastruktur, akses informasi, dan sumber daya kerap kali menyulitkan. Bahkan, survei menyebut, sebanyak 47% puskesmas hanya mampu melacak kurang dari 5 kontak per 1 kasus positif.
Data lain menyebut, 45,4% puskesmas masih belum mendapatkan pelatihan tentang pengendalian dan pencegahan infeksi. Lalu, hanya 62% puskesmas yang memiliki SOP penggunaan APD untuk pelayanan masa pandemi Covid-19. Fasilitas cuci tangan dan hand sanitizer pun belum tersedia cukup di 18,5% puskesmas.
Pelayanan kesehatan esensial di puskemas memang tetap berjalan, namun kunjungan terus menurun. Hampir semua puskemas melaporkan hal serupa sepanjang pandemi. Padahal, berbagai layanan, seperti pemeriksaan ibu hamil, layanan prolanis dan posbindu, serta layanan kesehatan gigi dan mulut dibuka dengan jam pelayanan terbatas.
Sementara, terkait surveilans, komunikasi risiko, dan pelibatan komunitas, puskesmas terhambat jumlah tenaga kesehatan. Untuk melakukan promosi kesehatan yang merupakan bagian dari komunikasi risiko, misalnya, sebanyak 54% puskesmas hanya memiliki 1 tenaga promosi kesehatan. Padahal, sebagai titik kontak pertama masyarakat dengan sistem kesehatan yang disediakan negara, puskesmas mampu perlu menjadi sumber informasi komunitas sekitar.
Komitmen Jawa Barat
Mengetahui pentingnya peran puskesmas, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meresmikan program Puskesmas Terpadu dan Juara (PUSPA) di Puskesmas Cikarang, Kab. Bekasi pada Senin (1/2). Program ini merupakan komitmen Jawa Barat menguatkan puskesmas sebagai simpul penanganan wabah. “Mari 2021 ini kita perkuat benteng di puskesmas. Mudah-mudahan melalui program PUSPA ini, perang melawan Covid-19 bergeser ke puskesmas,” ujar Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil, dalam pidato peresmian PUSPA.
PUSPA akan diimplementasikan di 100 puskesmas yang tersebar di 12 wilayah. Menurut Kang Emil, selama ini tenaga kesehatan puskesmas kerap alami kesulitan menangani intensnya tugas terkait Covid-19. Penambahan 5 orang tenaga kesehatan per puskesmas yang khusus mengurus Covid-19 diharapkan mampu meningkatkan kapasitas 3T (trace, test, treatment) dan 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak).
Diah Saminarsih, Penasihat Senior Urusan Gender dan Pemuda untuk Dirjen WHO sekaligus Pendiri CISDI, menjelaskan selain dari sisi tenaga kesehatan, PUSPA juga akan menguatkan proses manajemen puskesmas. Pendaftaran PUSPA sendiri berakhir pada 7 Februari 2021 lalu. Tenaga kesehatan terpilih akan bertugas di wilayah penempatan selama 6 bulan.
Tentang Program PUSPA
Program PUSPA (Puskesmas Terpadu dan Juara) merupakan kolaborasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang didukung oleh Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dalam memperkuat respon Covid-19 pada puskesmas. Program ini akan merekrut 500 tenaga kesehatan sebagai Field Officer yang akan ditugaskan di 100 puskesmas di 12 kota/kabupaten di Jawa Barat. Program PUSPA bertujuan untuk memperkuat upaya deteksi, lacak kasus, edukasi publik terkait 3M, menyiapkan vaksinasi Covid-19 hingga memastikan pemenuhan layanan kesehatan esensial di di Jawa Barat.
Tentang CISDI
Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah think tank yang mendorong penerapan kebijakan kesehatan berbasis bukti ilmiah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya, setara, dan sejahtera dengan paradigma sehat. CISDI melaksanakan advokasi, riset, dan manajemen program untuk mewujudkan tata kelola, pembiayaan, sumber daya manusia, dan layanan kesehatan yang transparan, adekuat, dan merata.
Penulis
Ardiani Hanifa Audwina